Kamis, 03 Juli 2014

Sailendra Sex di gunung

Sex di gunung terahir kali aku lakukan saat masih di bangku kuliah. Dulu pengguna facebook belum sebnyak ini dan teman gayku hanya 5-6an orang. Salah satunya Ramadan dan Bagus.

di SMA aku masuk dalam beberapa organisasi salah satunya Pecinta alam. Jadi wajar aku suka naik turun gunung. Langganan kami saat SMA masih gunung yang ada di kota kami. Dari sana kita bisa melihat kota lebih indah.

Karena aku cukup sering kesan bersama sehingga suatu waktu aku kesan hanya untuk bermain sex. Yang aku ceritakan ini saat bersama temanku Ramadan menjelang ujian nasional sekolah.

Tak banya yang kami bawa hanya tas yang berisi jaket, roti, minum, rokok dan korek serta senter. Kami bernagkat jam 3 sore setelah tambahan pelajaran dari sekolah. Perjalanan sampai kaki gunung sekitar satu jam. Sepeda motor kami titipkan di rumah penduduk paling dekat. Kami mendaki setelah magrib.

Perjalanan menuju puncak tidak lama hanya 1,5 jam an. Maklum gunungnya tak terlalu tinggi. Sekitar gunung dikelilingi pohon pinus. Aroma daun pinus kering selalu membuatku bergairah.

Tak banyak basa basi sebelum puncakpun kami sudah berciuman mesra. Di bawah batu besar dekat dengan puncak kami mulai melepas baju satu persatu. Aku tahu jarang ada yang naik ke puncak saat hari biasa. Jadi aman-aman saja.

Awalnya aku dulu yang jadi bot karena aku yang mengajak. Tetapi sebelum sampai klimak ganti Ramadan yang jadi bot. Hingga tiba-tiba ada suara langkah disertai gremicik lonceng.

Tentulah kami berdua segera berkemas dan memakai pakian. Kondom dipenisku saja belum sempat aku lepas penisnya sudah masuk kedalam CD. Lalu segera aku dna ramadan loncat menuju atas sambil melihat siapa yang datang.

Ternyata ada bapak yang mengembala 3 ekor sapi. Memang di sekiat sini banyak leguminase untuk pakan sapi di saat musim kemarau seperti ini.  Aku dan Ramadan hanya berjalan sambil menunduk ke penggala sapi sebagai tanda menghormati. Kemudian dibalas oleh bapak pengembala sapi tersebut.

“habis kecicing di sana?” kata bapak itu mengagetkan kami.

“iya pak, kebelet” palasku singkat.

“sudah di basuh apa belum tadi? Sini kalu belum ini ada air.”

“sudah pak.” Sambil lari menjauh. Takut kalau bapak itu tadi telah tahu apa yang kita lakukan tadi. (maaf sebenarnya percakapan menggunakan bahasa jawa murni yang langsung aku terjemahkan kedalam bahasa indonesia).

Sampai di puncak memang tidak ada satu orang pun. Kami beruda bebas melakukan apa saja. Bahkan kegiatan sex telah terjadi setelah makan malam di puncak. Bahkan kami berbugil ria beberapa saat lamanya sambil menikmati rokok.

Menjelang pagi udara semakin dingin dan ahirnya kami mengenakan baju lagi dan sekarang ditambah jaket. kOndom bekas dan bungkusnya sengaja kami bakar malam itu. Lalu aku  dan Ramadan mengobrol panjang lebar berdua di sana.

Tanpa kami sadari dan kami duga bapak penggembala sapi itu naik kepuncak dan ikut mengobrol bersam kami. Untung kami saat itu sudah mengenakan pakaian lengkap. Kami dan bapak itu berbicara banyak sekali. Sebut saja namanya pak Sapi (lupa namanya). Pak sapi memberi banyak petuah kepada kami.

Dia menceritakan kisah seorang pasangan yang melakukan ML disana dan katanya sang laki-laki penisnya menjadi membesar dan ahirnya meledah. Sedangkan sang wanita ahirnya berbadan dua dan melahirkan anak yang menakutkan. Intinya dia mengetahui apa yang kami lakukan dan melarang kami melakukannya lagi. Dongeng hanya akan menjadi dongeng. Nyatanya aku dan ramadan sampai sekarang masih hidup.

Setalah kejadian itu aku masih beberapa kali datang kesana. Bahkan aku pernah main ber empat disana dengan beberpa teman kuliah. Nyatanya kami baik-baik saja.

Kami turun ke kampung sekitar jam empat bersama pak sapi juga. Sampai di rumah penduduk terdekat pas imsak subuh. Pak sapi menyurh kami mandi besar dulu dirumahnya kemudian sholat subuh di rumahnya. Kami ikuti saja apa katanya saat itu. Lalu kami berdua pulang kerumah dan bersekolah.

Lanjut....>  sex berempat di gunung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar